Rabu, 03 Desember 2014

PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA (1942-1945)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Periodesasi sejarah dimulai dari suatu era yang secara historis telah memberikan suatu perubahan dalam kehidupan masyarakat dari cara pandang irasional atau historis kearah rasional atau historis dalam kehidupan bernegara. Dengan dapatlah dipahami bahwa sejarah indonesia pada jaman jepang menitikberatkan kepada permasalahan yang berhubungan atau tumbuhnya kesadaran manusia indonesia untuk membebaskan diri dari mitos determinisme sejarah yang akhirnya mendorong kreativitas dan pandangan baik terhadap realitas. Era ini terjadi sejak jepang menduduki indonesia.
Kekalahan kolonial Belanda tahun 1942 dari Jepang merupakan suatu periode tersendiri sebagai pemisah dalam sejarah indonesia modern, karena masa pendudukan lapisan masyarakat secara progresif dan diikuti oleh tindak lanjut melalui perjuangan untuk merealisasikannya. Secara historis periodesasi sejarah indonesia kontemporer dimulai sejak jaman pendudukan jepan sampai masa kini (orde baru).
Pada masa pendudukan jepang indonesia sangat singkat dimulai tahun 1942 berakhir 1945. Ternyata pengaruh pendudukan jepang bagi bangsa indonesia sangat besar.
Masa pendudukan jepang yang singkat ini, merupakan masa traumatik yang sangat berpengaruh terhadap banyak aspek kehidupan masyarakat indonesia sehingga mendorong golongan tua maupun muda berprakarsa untuk memproklamasikan kemerdekaan indonesia secara cepat.
isi pokok materi mencakup bentuk-bentuk pergerakan Nasional pada masa pendudukan Jepang dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, dan pengaruh pedudukan jepang di dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia.
Meskipun jepang menguasai indonesia tiga setengah tahun lamanya, namun rakyat indonesia telah mengalami kesengsaraan dan penderitaan yang amat menyedihkan dan menyakitkan. Terutama perlakuan jepang terhadap rakyat indonesia sangat kejam, namun semua itu tidaklah mematahkan semangat para tokoh pergerakan nasional untuk memperjuangkan kemerdekaan demi terbebasnya dari belenggu penjajah.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1                  Bagaimana masuknya Jepang ke wilayah Indonesia?
1.2.2                  Bagaimana Masa Penjajahan Jepang Di Indonesia?
1.2.3                  Apakah  Organisasi - organisasi Politik (Sipil) Bentukan Jepang?
1.2.4                  Apa saja Organisasi - organisasi Militer Bentukan Jepang ?
1.2.5                  Bagaimana sikap tokoh –tokoh Nasionalis Indonesia terhadap Jepang?
1.2.6                  Bagaimana perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Jepang ?
1.2.7                  Bagaimana dampak Pendudukan Jepang Bagi Bangsa Indonesia?
1.2.8                  Apa saja dampak positif dan negatif pendudukan Jepang di Indonesia ?
1.2.9                  Bagaimana Akhir Kekuasaan Jepang di Indonesia

1.3  Tujuan
1.3.1                  Untuk mengetahui. masuknya Jepang ke wilayah Indonesia
1.3.2                  Untuk mengetahui Masa Penjajahan Jepang Di Indonesia
1.3.3                  Untuk mengetahui Organisasi - organisasi Politik (Sipil) Bentukan Jepang
1.3.4                  Untuk mengetahui Organisasi - organisasi Militer Bentukan Jepang
1.3.5                  Untuk mengetahui sikap tokoh –tokoh Nasionalis Indonesia terhadap Jepang
1.3.6                  Untuk mengetahui perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Jepang
1.3.7                  Untuk mengetahui dampak Pendudukan Jepang Bagi Bangsa Indonesia
1.3.8                  Untuk mengetahui dampak positif dan negatif pendudukan Jepang di Indonesia ?
1.3.9                  Untuk mengetahui Akhir Kekuasaan Jepang di Indonesia






























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masuknya Jepang ke wilayah Indonesia
            Gerakan invansi Jepang di Indonesia dimulai dengan menguasai daerah-daerah strategis. Pada 11 Januari 1942, Jepang mendarat untuk pertama kali di Tarakan, Kalimantan Timur. Pendaratan selanjutnya di Balikpapan, Samarinda, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Makasar, Minahasa, Bali, dan Ambon. Dari daerah-daerah ini Jepang mengepung pusat kekuatan Belanda di Jawa.
Gerakan pasukan Jepang ini diikuti dengan upaya propaganda yang kemudian dikenal dengan sebutan 3A (Nipon Cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, pemimpin Asia). Dengan propaganda seperti ini, Jepang berhasil menarik simpati masyarakat Indonesia untuk membantu Jepang mengusir belanda yang telah berkuasa tiga abad lamanya.
Dalam waktu yang singkat, Jepang berhasil menguasai daerah-daerah strategis diluar Jawa dan kemudian mendarat di Teluk Banten, Eretan Wetan, dan Kragan untuk merebut Batavia (Jakarta) dan Bandung.
Belanda akhirnya tidak kuasa untuk mempertahnkan Indonesia dan menyerah pada tanggal 7 Maret 1942. Penyerahan kekuasaan dilakukan oleh Gubernur Jendral Ter Poorten kepada Letnan Jendral Hitoshi Imamura di Kalijati. Penyerahan tanpa syarat ini mulai berlaku secara efektif pada tanggal 9 Maret 1942. Sejak saat itu, Indonesia secara resmi dijajah oleh Jepang.

2.2  Masa Penjajahan Jepang Di Indonesia
                      a. Pembagian Wilayah Militer
Pemerintahan militer Jepang di Indonesia membagi wilayah administrative Indonesia atas tiga daerah militer yang masing-masing dipegang oleh Angkatan Darat (Rikugun) Dan Angkatan Laut (Kaigun). Ketiga daerah tersebut adalah:
·         Daerah Jawa Dan Madura dengan pusatnya di Batavia berada dibawah kendali Angkatan Darat Jepang (Tentara Keenambelas)
·         Daerah Sumatra Dan Semenanjung Tanah Melayu dengan pusatnya Di Singapura yang berada dibawah kendali Angkatan Darat Jepang (Tentara Keduapuluh Lima).
·         Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua yang berada dibawah kendali Angkatan Laut Jepang (Armada Selatan Kedua)

Ketiga wilayah militer Jepang di Indonesia ini berada di bawah komando panglima besar tentara Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Vietnam.
Selain membagi Indonesia atas tiga wilayah militer, Jepang juga melakukan beberapa langkah untuk memperkuat posisinya di Indonesia. Di antaranya, menyangkut beberapa tokoh politik Indonesia. Dalam struktur pemerinthan Jepang di Indonesia seperti Husein Djajadiningrat, Sutardjo Kartohadikoesoemo, R.M Soerjo, Dan Prof. Soepomo. Pengngkatan ini dimaksudkan untuk menarik simpati masyarakat Indonesia bagi kepentingan perang Jepang serta untuk membantu kebutuhannya akan pegawai.
b.      Susunan Pemerintahan Jepang
Susunan pemerintahan Jepang adala:
·     Gunshiereikan (panglima tentara Jepang) dijabat oleh hitoshi imamura
·     Gunseikan (kepala pemerintahan militer) dijabat oleh seizaburo okasaki
·     Gunseinbu (koordinator pemerintahan militer setempat) dijabat oleh semacam gubernur.
Pada setiap gunseibu ditempatkan beberapa komandan militer. Mereka mendapat tugas untuk memulihkan ketertiban dan keamanan, menanam kekuasaan, dan membentuk pemerintahan setempat.Jepang kekurangan tenaga pemerintahan yang sebenarnya telah dikirimkan, tetapi kapalnya tenggelam karena diserang oleh Sekutu dengan menggunakan terpedo. Oleh karena itu, dengan terpaksa diangkat pegawai-pegawai bangsa Indonesia.  Hal itu tentunya menguntungkan pihak Indonesia karena memperoleh pengalaman dalam bidang pemerintahan.Di Jawa Barat, pembesar militer Jepang menyelenggarakan pertemuan dengan para anggota Dewan Pemerintahan Daerah dengan tujuan untuk menciptakan suasana kerjasama yang baik. Gubernur Jawa Barat, Kolonel Matsui, didampingi oleh R. Pandu Suradiningrat sebagai wakil gubernur, sedangkan Atik Suardi diangkat sebagai pembantu wakil gubernur.Pada tanggal 19 April 1942, diangkat residen-residen berikut ini :
Ø  R. Adipati Aria Hilman Djajadiningrat di Banten (Serang)
Ø  R.A.A Surjadjajanegara di Bogor
Ø  R.A.A Wiranatakusuma di Priangan (Bandung)
Ø  Pangeran Ario Suriadi di Cirebon
Ø  R.A.A Surjo di Pekalongan                 
Ø  R.A.A Sudjiman Martadiredja Gandasubrata di Banyumas.
Di kota Batavia, sebelum namanya diubah menjadi Jakarta, H. Dahlan Abdullah diangkat sebagai kepala pemerintahan daerah kotapraja, sedangkan jabatan kepala polisi diserahkan kepada Mas Sutandoko.Jepang juga mengeluarkan berbagai aturan. Dalam undang-undang No. 4 ditetapkan hanya bendera Jepang, Hinomaru, yang boleh dipasang pada hari-hari besardan hanya lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, yang boleh diperdengarkan. Selanjutnya mulai tanggal 1 April 1942 ditetapkan harus menggunakan waktu (jam) Jepang. Mulai tanggal 29 April 1942 ditetapkan bahwa kalender yang dipakai adalah kalender Jepang yang bernama Sumera. Tahun 1942, kalender Masehi sama dengan tahun 2602 Sumera.
Demikian juga setiap tahun rakyat Indonesia diwajibkan untuk merayakan hariraya Tencosetsu¸ yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito. Pada bulan Agustus 1942 pemerintahan militer Jepang meningkatkan penataan pemerintahan. Hal itu tampak dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 27 tentang aturan pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 28 tentang aturan pemerintahan syu dan tokubutsu syi. Didepan Sidang Istimewa ke-82 Parlemen di Tokyo, Perdana Menteri Tojo pada tanggal 16 Juni 1943 memutuskan bahwa pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk turut mengambil bagian dalam pemerintahan.
Selanjutnya, pada tanggal 1 Agustus 1943 keluar pengumuman Saiko Syikikan tentang garis-garis besar rencana mengikut sertakan orang-orang Indonesia dalam pemerintahan negara. Pengikut sertaan bangsa Indonesia tersebut dimulai dengan pengangkatan Prof.Dr. Hoesein Djajadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama pada tanggal 1 Oktober 1943. Pada tanggal 10 November 1943, Mas Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A Surio masing-masing diangkat sebagai residen (syucokan) di Jakarta dan Bojonegoro. Selanjutnya, pengangkatan 7 penasehat bangsa Indonesia dilakukan pada pertengahan bulan September 1943. Mereka disebut sanyo dan dipilih untuk lima macam departemen , yaitu berikut ini:
·         Ir. Soekarno untuk Somubu (Departemen Urusan Umum)
·         Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid untuk Naimubu-bunkyoku (Biro Pendidikan danKebudayaan Departemen Dalam Negeri)
·         Prof. Dr. Mr. Supomo untuk shihobu (Departemen Kehakiman)
·         Mochtar bin Prabu Mangkunegoro untuk Kotsubu (Departemen Lalu Lintas)
·         Mr. Muh. Yamin untuk Sendenbu (Departemen Propaganda)
Badan Pertimbangan Pusat atau Cuo Sangi In adalah suatu badan yang bertugas mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah tentang politik dan menyarankan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintahan militer.

2.3 Organisasi - organisasi Politik (Sipil) Bentukan Jepang
              a.      Gerakan Tiga A
Dengan nama Gerakan Tiga A tersebut merupakan singkatan dari semboyan propaganda Jepang, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon PemimpinAsia. Mr. Samsuddin sebagai ketuanya. Gerakan Tiga A hanya berumur beberapa bulan saja. Pemerintaha pendudukan Jepang menganggap bahwa Gerakan Tiga A tidak cukup efektif dalam usahanya mengerahkan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pada bulan Desember 1942, telah direncanakan untuk membentuk organisasi baru. Organisasi baru itu dipimpin oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lebih dikenal luas di kalangan rakyat Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut dikenal sebagai tokoh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Drs.Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur.

b.      Poetera
Pada tanggal 1 Maret 1942, ia mengumumkan lahirnya gerakan baru yang bernama Poesat Tenaga Rakyat yang disingkat Poetera. Tujuannya untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh imprelialisme Belanda. Bagi Jepang, tujuan pembentukan Poetera adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Sebelas macam yang ahrus dilakukan, sebagaimana yang tercantum dalam peraturan dasarnya. Diantaranya yang terpenting adalah :
Tugas untuk memengaruhi rakyat supaya kuat rasa tanggung jawabnya untuk menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris dan Belanda
1.      Mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya
2.      Memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang
3.      Mengintensifkan pelajaran-pelajaran bahasa Jepang serta
4.      Tugas dalam bidang sosial-ekonomi
Pemimpin tertinggi Poetera adalah Ir. Soekarno, dibantu oleh Drs. Moh.Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur.

c.       Jawa Hokokai
 Tahun 1944, Panglima Tentara Keenam belas, Jenderal Kumakici Harada, menyatakan berdirinya organisasi Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Pimpinan Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Kegiatan-kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam peraturan dasarnya adalah sebagai berikut:
1.      Melaksanakan segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang
2.      Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semanga persaudaraan antar segala bangsa
3.      Memperkokoh pembelaan tanah air.
Anggota Jawa Hokokai minimal berusia 14 tahun, bangsa Jepang atau bangsa Indonesia, dan pegawai negeri atau kelompok profesi. Jawa Hokokai merupakan organisasi sentral yang anggota-anggotanya terdiri dari bermacam-macam Hokokai  sesuai dengan bidang profesinya. Guru-guru bergabung dalam wadah Kyoiku Hokokai (Kebaktian Para Pendidik) dan para dokter bergabung dalam wadah Izi Hokokai (Kebaktian Para Dokter). Selain itu, Jawa Hokokai juga mempunyai anggota-anggota istimewa yang terdiri atas Eujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan), Boei Engokai (Tata Usaha Pembantu Prajurit Peta dan Heiho) serta hokokai perusahaan.
 Jepang juga membentuk beberapa organisasi militer, seperti Keibodan ( barisan pebantu polisi), Seinendan (barisan pemuda), Dab Bui Giyugun (organisasi militer yang disebut tentar sukarela pembela tanah air atau PETA). Pembentukan organisasi ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga perang guna mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya. Jepang juga memperkenalkan system baru yang disebut tonarigumi (rukun tetangga). Beberapa tonariguni ini digabungkan dalam ku (desa atau bagian kota). Pembentukan system seperti ini dimaksudkan untuk membangun pertahanan masyarakat secara gotong royong.
Selain memperkuat posisinya di Indonesia Jepang juga menguras kekayaan Indonesia. Jepang membentuk badan tertentu yang berfungsi sebagai penyalur atau pengumpul kekayaan Indonesia.badan-badan itu antara lain Jawa Hokokai dan romukyoku.jawa hokokai bertugas untuk  mengumpulkan dana bagi keperluan perang melawan sekutu. Dana itu dapat  berupa beras, ternak, logam, kayu jati dan segala perhiasan rakyat lainya melalui Romukyoku,. Jepang memeras tenag bangsa Indonesia untuk dipekkerjakan pada proyek-poyek seperti jalan raya, pelabuhan, dan lapangan udara.tenaga-tenaga kerja tersebut pada mulanya disebut pegawai negeri, tetapi pada perkebangannya dikenal dengan nama romusha yang artinya sedadu kerja. Jepang juga mengambil tenaga rakyat Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur (Jugun Lanfu) walaupun tidak secara formal dibentuk sebagai sebuah organisasi.

2.4 Organisasi - organisasi Militer Bentukan Jepang
                 a)      Pada tanggal 9 Maret 1943 didirikan gerakan Seinendan (Barisan Pemuda). Pelantikannya dilakukan 29 April 1943, dengan anggota ± 3500 pemuda. Tujuannya untuk melatih dan mendidik para pemuda, agar mampu menjaga dan mempertahankan tanah air dengan kekuatan sendiri. Persyaratan untuk menjadi Seinendan adalah: pemuda berusia 14 - 23 tahun.
b)      Pembentukan Barisan Pelajar (Gokutai) untuk pelajar SD - SLTA
c)      Fujinkai (Barisan Wanita). Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas para wanita berusia 15 tahun ke atas
d)     Pembentukan Barisan Pembantu Polisi (Keibodan), dengan syarat yang lebih ringan dari Seinendan, usia yang diprioritaskan ± 23 - 25 tahun. Untuk Keibodan ini ada keharusan untuk setiap desa (Ku) yang memiliki pemuda dengan usia tersebut dan berbadan sehat wajib menjadi Keibodan. Sistem pengawasan Keibodan ini diserahkan pada Polisi Jepang. Ada beberapa istilah Keibodan sesuai dengan wilayah atau daerahnya seperti di Sumatera disebut dengan Bogodan sedangkan di daerah Angkatan Laut, khususnya di Kalimantan disebut dengan Borneo Konon Hokokudan dengan jumlah pasukan ± 28.000 orang.
e)      Pembentukan Barisan Pembantu Prajurit Jepang (Heiho) April 1943. Anggota Heiho adalah pemuda berusia ± 18 - 25 tahun, dengan pendidikan terendah SD. Mereka akan ditempatkan langsung pada angkatan perang Jepang (AL - AD). Walaupun berstatus pembantu prajurit tetapi mereka dilatih untuk mampu menggunakan senjata dan mengoperasikan meriam-meriam pertahanan udara. Bahkan saat perang semakin hebat mereka diikutsertakan bertempur ke front di Solomon dan tempat lain. Disinilah para pemuda kita mendapat tempat latihan militer yang sesungguhnya dengan kemampuan yang tinggi.
f)       Jibakutai (Barisan Berani Mati) Jibakutai dibentuk pada tanggal 8 Desember 1944. Barisan ini rupanya mendapatkan inspirasi dari pilot Kamikaze yang sanggup mengorbankan nyawanya dengan jalan menabrakkan pesawatnya kepada kapal perang musuh.
g)      Pembentukan Barisan Semi Militer khusus direkrut dari golongan Islam dengan nama : Hizbullah (Tentara Allah) diantaranya tokoh Otto Iskandinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo
h)      Pembentukan Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) tanggal 3 Oktober 1943 dilakukan atas permohonan Gatot Mangkuprojo kepada Panglima Tertinggi Jepang Letjen Kumakichi Harada tanggal 7 September 1943. Melalui Osamu Seiri no. 44, Letjen Kumakici Harada kemudian mengatur pembentukan PETA, dengan Tangerang sebagai pusat pelatihannya dan dipimpin oleh Jenderal Yamagawa. Pembentukan PETA ini, Jepang bercermin dari Perancis saat menguasai Maroko dengan memanfaatkan pemuda Maroko sebagai tentara Perancis.
i)        Beberapa hari sesudah janji kemerdekaan (9 September 1944) dibentuk Benteng Perjuangan Jawa  (Jawa Sentotai) ini merupakan badan perjuangan dalam Jawa Hokokai, bahkan organisasi lainpun dibentuk seperti Barisan Pelopor ( Suisyintai) dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno, Sudiro, RP. Suroso, Otto Iskandardinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo.
                                                                  
2.5  Sikap tokoh –tokoh Nasionalis Indonesia terhadap Jepang
Masuknya tentara Jepang ke Indonesia pada bulan-bulan pertama, kedua, ketiga tahun 1942 kelihatannya mendapat sambutan yang baik dari penduduk setempat. Tokoh- tokoh nasionalis Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta bersedia melakukan kerja sama dengan pihak Pemerintah Pendudukan Jepang, padahal sebelumnya pada masa pemerintah Hindia –Belanda mereka bersikap nonkooperatif. Faktor-faktor yang menyebabkan kesediaan bekerja sama itu adalah pertama kebangkitan bangsa-bangsa timur. Faktor lain adalah ramalan joyoboyo yang hidup di kalangan rakyat. Juga ada faktor diperkenalkannya pendidikan Barat kepada orang-orang pribumi yang dibutuhkan pemerintah Hindia-Belanda pada masa jajahannya guna mengisi kekurangan tenaga-tenaga terlatih dan terdidik. Faktor lain yang memengaruhi adalah kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905. Perjanjian perdamaian di Portsmouth pada tahun 1905 telah membawa Jepang kepada suatu posisi yang setingkat dengan negara-negara Barat. Orang timur memandang kemenangan Jepang sebagai suatu kemenangan Asia atas Eropa.
Nugroho Notosusanto mengajukan kemungkinan bahwa Drs. Mohammad Hatta bersedia bekerja sama dengan pihak Jepang karena Drs. Mohammad Hatta yakin akan ketulusan Jepang dalam janjinya untuk mendukung kemerdekaan Indonesia atau paling tidak suatu pemerintahan sendiri, seperti yang ditegaskan di dalam propagandanya sebelum melakukan penyerbuan. Demikian pula halnya dengan Soekarno, kesediannya untuk bekerja sama dengan pihak Jepang didasarkan pada prinsip yang sama dengan Hatta, meskipun kedua-duanya terkenal sebagai tokoh nonkooperasi yang gigih pada masa Hindia-Belanda. Di dalam autobiografinya yang disusun oleh Cindy Adams, Soekarno antara lain menyebutkan bahwa Jepang sedang dalam keadaan kuat sedangkan sebaliknya Indonesia berada dalam posisi yang lemah. Karena itu, bantuan Jepang diperlukan oleh rakyat Indonesia untuk mencapai cita-citanya. Untuk itu, rakyat Indonesia harus melampaui masa penderitaan. Soekarno-Hatta dan Sjahrir, tiga pemimpin nasionalis yang senior pada waktu itu sepakat untuk bergerak pada dua jalur. Soekarno dan Hatta memakai jalur kerja sama dengan pihak Jepang, sedangkan memakai jalur nonkooperasi.
Berbeda dengan keadaan pada zaman Hindia-Belanda di mana pemerintah kolonial menekan kaum nasionalis Indonesia, pada zaman pendudukan Jepang golongan nasionalis diajak bekerja sama oleh penguasa. Pada pihak lain, jika pada zaman Hindia-Belanda sebagian kaum nasionalis Indonesia mengambil sikap yang nonkooperatif, pada zaman Jepang sebagian besar di antara mereka menempuh jalan kerja sama dengan pihak Jepang. Kerja sama itu didahului dengan tindakan pemerintah militer Jepang yang secara berangsur-angsur membebaskan pemimpin nasionalis Indonesia. Mereka yang mendapatkan kebebasannya kembali antara lain adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Sjahrir.
Tindakan pemerintah militer Jepang tersebut bertolak dari anggapan bahwa kaum nasionalis Indonesia sangat berpengaruh kepada masyarakatnya sehingga mereka merasa perlu untuk mengadakan kerja sama dengan pihak nasionalis itu untuk memudahkan pengerahan potensi rakyat bagi usaha perangnya. Dalam suatu pertemuan dengan seorang pembesar Tentara ke-16 di pulau Jawa, Hatta menyatakan kesediannya itu didasarkan atas penegasan pembesar itu bahwa tujuan pemerintah Jepang bukanlah untuk menjajah Indonesia, melainkan untuk membebaskan sekalian bangsa Asia dari dominasi negara-negara Barat.
Langkah itu diikuti oleh tokoh nasionalis lainnya seperti Ir. Soekarno, Mr. Muh.Yamin, Mr. Sartono, Dr.Buntaran Martoatmodjo, Dr. G.S.S.J. Ratu Langie, dan Oto Iskandar Dinata. Dalam bulan April 1942 bekas anggota Volksraad pada zaman Hindia Belanda seperti Sutardjo Kartohadikusumo, Mr. Samsudin, Dr. T.S.G. Mulia, Tadjuddin Noor, Sukardjo Wirjopranoto, dan Muchtar menyatakan kesediannya pula untuk bekerja sama dengan pihak Jepang. Namun, diantara kaum nasionalis itu ada juga tokoh-tokoh yang menolak untuk bekerja sama dengan pihak Jepang. Di antaranya yang terkenal adalah Sultan Sjahrir dan Dr. Tjipto Mangunkusumo. Sikap Dr. Tjipto Mangunkusumo itu tidak hanya didasarkan atas pertimbangan yang bersifat politik, tetapi juga karena kesehatannya semakin mundur. Sikap anti-Jepang Dr. Tjipto tampak dari imbauannya kepada rakyat Indonesia setelah Jepang menyerang Pearl Harbour.
                                     
2.6  Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Jepang
Buruknya kehidupan rakyat mendorong timbulnya perlawanan-perlawanan rakyat di beberapa tempat seperti:
1)         Aceh, pada tahun 1942 terjadi pemberontakan di Cot Plieng, Lhok Sumawe dibawah pimpinan Tengku Abdul Jalil. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Namun dua tahun kemudian muncul lagi pemberontakan di meureu dibawah pimpinan Teuku Hamid dan juga dapat dipadamkan.
2)      Karang Ampel, Sindang (Kabupaten Indramayu) pada tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan, namun perlawanan ini dapat ditindas oleh Jepang dengan sangat kejam.
3)      Sukamah ( Kabupaten Tasikmalaya) pada tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Zaenal Mustafa. Dalam perlawanan ini Zaenal Mustafa membunuh kaki tangan Jepang. Dengan kenyataan ini Jepang kemudian melakukan pembalasan yang luar biasa dan melakukan pembunuhan masal terhadap rakyat.
4)     Blitar, pada tanggal 14 februari1945 terjadi pemberontakan PETA di bawah pimpinan Supriyadi. Dalam memimpin pemberontakan ini Supriyadi tidak sendirian tetapi dibantu oleh teman-temannya seperti Dr.Ismail,Mudari, Suwondo. Pada pemberontakan itu, orang-orang Jepang yang ada di blitar dibinasakan. Pemberontakan heroic itu benar-benar mengejutkan Jepang, terlebih lagi pada saat itu Jepang terus menerus mengalami kekalahan dadalam perang Asia Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian Jepang mengepung kedudukan supriyadi, namun pasukan supriyadi tetap melakukan aksinya.
Jepang tidak kehabisan akal, ia melakukan suatu tipu muslihat dengan menyerukan agar pemberontak menyerah saja dan akan dijamin keselamatannya serta akan dipenuhi segala tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut ternyata berhasil dan berakibat banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan berhasil dan akibanya banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak luput dari hukuman Jepang dan beberapa orang dijatuhi hukuman mati seperti Ismail dan kawan-kawannya. Di samping itu, ada pula yang meninggal karena siksaan Jepang.
Secara umum dapat dikataan bahwa pendudukan Jepang di Indonesia tidak dapat diterima. Jepsng juga sempat mengadakan pembunuhan secara besar-besaran terhadap rakyat dari lapisan terpelajar di daerah Kalimantan Barat. Hanya sebagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri dan lari ke pulau jawa.
Setelah kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Jepang pada setiap peperangannya dalam perang pasifik, akhirnya pada tanggal 14 agustus 1945 Jepang menyerah kepada pasukan sekutu.

2.7  Dampak Pendudukan Jepang Bagi Bangsa Indonesia
Ø  Bidang Politik
Sejak masuknya Jepang di Indonesia, organisasi-organisasi politik tidak dapat berkembang lagi. Bahkan pemerintah Jepang menghapuskan segala bentuk kegiatan organisasi-organisasi, baik yang bersifat politik maupun yang bersifat social, ekonomi, dan agama. Organisasi itu dihapuskan dan diganti dengan organisasi buatan Jepang, sehingga kehidupan politik pada masa itu diatur oleh pemerintah Jepang. Walaupun masih terdapat beberapa organisasi politik yang terus berjuang menentang pendudukan Jepang di Indonesia.
Ø  Bidang Ekonomi
Pendudukan Jepang atas wilayah Indonesia sebagai Negara imperialis, tidak jauh beda dengan Negara-negara imperialis lainnya. Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah ekonomi yaitu mencari daerah-daerah sebagai penghasil bahan-bahan mentah dan bahan baku industry serta mencari tempat pemasaran untuk hasil-hasil industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang.
Ø  Bidang Pendidikan
      Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia kehidupan pendidikan berkembang pesat dibandingkan pada masa hindia belanda. Pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk mengikuti pendidikan pada sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah. Disamping itu, bahasa Indonesia digunakan Sebagai bahasa perantara pada sekolah-sekolah serta penggunaan nama-nama diindonesiakan. Namun tujuan Jepang mengembangkan pendidikan yang luas pada bangsa Indonesia adalah untuk menarik simpati dan mendapatkan bantuan dari rakyat indonesia dalam menghadapi lawan-lawannya pada perang pasifik.
Ø  Bidang Kebudayaan
 Dibidang kebudayaan pemerintah Jepang mendirikan sebuah pusat kebudayaan pada 1 april 1943. Pusat kebudayaan itu bernama keimin bunkei shidoso. Pusat kebudayaan itu dipakaisebagai sarana untuk menanamkan dan menyebarkan kesenian serta kebudayaan Jepang bagi bangsa Indonesia. Sekolah itu juga dipakai untuk mengarahkan agar karya-karya seniman seperti roamn, sajak, lagu, lukisan, sandiwara, dan film tidak menyimpang dari tujuan Jepang dan dijadikan alat propaganda pemerintah Jepang.
Karya satra yang mendukung politik 3A atau yang sejenis dibiarkan tumbuh, seperti tjinta tanah air  karangan nur sutan iskandar,  palawidja  karangan karim halim dan angin fudji  karangan usmar ismail.karya-karya tersebut adalah yang sejalan dengan propaganda Jepang, yakni untuk kepentingan Asia Timur Raya.
Ø  Bidang Sosial
Selama pemerintahan Jepang seluruh kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang. Kehidupan social-ekonomi rakyat Indonesia sangat memprihatinkan. Seluruh kekayaan rakyat dikuras habis. Selain iu berbagai pungutan dan pajak juga masuk.
Untuk membangun sarana dan prasarana perang seperti jalan-jalan, kubu-kubu pertahanan, dan lapangan udara, Jepang mengambil banyak tenaga kasar dari berbagai daerah di Indonesia. Tenaga-tenaga kerja tersebut disebut Romusha. Pengerahan tenaga romusha ini membawa akibat lebih jauh pada struktur social masyarakat Indonesia. Banyak tenaga-tenaga muda menghilang dari desanya karena takut akan diambil sebagai romusha. Sebagai akibatnya yang tiggal di desa hanyalah kaum wanita, anak-anak, dan laki-laki cacat.
Ø  Bidang Birokrasi
Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia dipegang oleh kalangan militer yaitu dari angkatan darat (rikugun) dan angkatan laut (kaigun). Dengan demikian system pemerintahan atas wilayah diatur atas aturan militer. Dengan hilangnya orang belanda dipeerintahan maka orang-orang Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting yann sebelumnya hanyabisa dipegang oleh orang belanda. Termasuk jabatan gubernur dan walikota dibeberapa daerah, tetapi pelaksanaannya masih dibawah pengawasan militer Jepang. Pengalaman penerapan birokrasi di jawa dan Sumatra lebih banyak daripada di tempat-tempat lain. Kemudian penerapan birokrasi di daerah pengawasan angkatan laut Jepang agak buruk.
Ø  Bidang Militer
Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia memiliki arti penting, khususnya dalam bidang militer. Para pemuda bangsa Indonesia diberikan pendidikan militer melalui organisasi peta. Pemuda-pemuda yang tergabung dalam peta inilah yang nantinya menjafi inti kekuatan dan penggerak perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaannya.

2.8 Dampak positif dan negatif pendudukan jepang di indonesia
Dampak Positif Pendudukan Jepang di Indonesia yaitu :
a.    Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.
b.   Jepang mendukung semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung semangat nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
c.    Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional Indonesia seperti Sukarno dengan harapan agar Sukarno mau membantu Jepang memobilisasi rakyat Indonesia. Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para pemimpin nasional Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin rakyatnya.
d.   Dalam bidang ekonomi didirikannya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentingan bersama.
e.     Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA.
f.    Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu rukun tetangga (RT) atau Tonarigumi.
g.    Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line system (sistem pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan. 
h.    Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini muncullah ide Pancasila.
i.      Jepang dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia demi kepentingan Jepang pada awalnya. Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal untuk berperang yang dikemudian hari digunakan untuk menghadapi kembalinya pemerintah kolonial Belanda.
j.      Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nippon-sentris dan diperkenalkannya kegiatan upacara dalam sekolah.

Dampak Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia yaitu :
a.    Penghapusan semua organisasi politik dan pranata sosial warisan Hindia Belanda yang sebenarnya banyak diantaranya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan warga.
b.   Romusha, mobilisasi rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk kerja paksa dalam kondisi yang tidak manusiawi.
c.    Ekploitasi segala sumber daya seperti sandang, pangan, logam, dan minyak demi kepentingan perang. Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang sehingga banyak rakyat yang menderita kelaparan.
d.   Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal ini karena dicetaknnya uang pendudukan secara besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
e.    Kebijakan self sufficiency (kawasan mandiri) yang menyebabkan terputusnya hubungan ekonomi antar daerah.
f.     Kebijakan fasis pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen di kalangan rakyat sehingga menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas melanggar hak asasi manusia dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum mati siapa saja yang dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang tanpa proses pengadilan.
g.    Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya di bawah pengawasan Jepang.
h.    Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi keamanan yang parah seperti maraknya perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.
i.      Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
j.     Banyak guru yang dipekerjakan sebagai pejabat pada masa itu sehingga menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.
2.9  Akhir Kekuasaan Jepang di Indonesia
                                       
Menjelang berakhirnya tahun 1944, posisi Jepang semakin terjepit akibat kekalahan-kekalahan yang dialami dalam setiap medan pertempuran melawan Sekutu. Oleh karena itu, untuk mempertahankan pengaruh Jepang di negara-negara yang didudukinya, Perdana Menteri Koiso mengeluarkan Janji Kemerdekaan pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang Parlemen Jepang di Tokyo. Sebagai bukti dan tindak lanjut janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada (pemimpin militer di Jawa) mengumumkan dibentuknya Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan ketuanya Dr. K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat.
BPUPKI bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting dan perlu bagi pembentukan negara Indonesia, misalnya saja hal-hal yang menyangkut segi ekonomi dan politik.
      BPUPKI ternyata tidak bertahan lama. Dalam perkembangan berikutnya, BPUPKI dibubarkan, lalu diganti dengan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan ini diresmikan sesuai dengan keputusan Jenderal Terauchi, yaitu seorang panglima tentara umum selatan, yang membawahi semua tentara Jepang di Asia Tenggara pada tanggal 7 Agustus 1945. Setelah itu, diadakanlah pertemuan antara Soekarno, M. Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dengan Jenderal Terauchi di Dalat. Di dalam pertemuan itu, Jenderal Terauchi menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang telah memutuskan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia yang wilayahnya meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda. Akan tetapi, setelah mendengar berita penyerahan tanpa syarat Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, kemerdekaan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia terwujud bukan atas nama PPKI, melainkan atas nama Bangsa Indonesia itu sendiri.









BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
1)      Masuknya Jepang ke wilayah Indonesia
      Gerakan invansi Jepang di Indonesia dimulai dengan menguasai daerah-daerah strategis. Pada 11 Januari 1942, Jepang mendarat untuk pertama kali di Tarakan, Kalimantan Timur. Pendaratan selanjutnya di Balikpapan, Samarinda, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Makasar, Minahasa, Bali, dan Ambon. Dari daerah-daerah ini Jepang mengepung pusat kekuatan Belanda di Jawa.
2)      Masa Penjajahan Jepang Di Indonesia
a)      Pembagian Wilayah Militer
b)      Susunan Pemerintahan Jepang
3)      Organisasi - organisasi Politik (Sipil) Bentukan Jepang
a)      Gerakan Tiga A
b)      Poetera
c)      Jawa Hokokai
4)      Organisasi - organisasi Militer Bentukan Jepang
a)      Pada tanggal 9 Maret 1943 didirikan gerakan Seinendan (Barisan Pemuda). Pelantikannya dilakukan 29 April 1943
b)      Pembentukan Barisan Pelajar (Gokutai) untuk pelajar SD – SLTA
c)      Fujinkai (Barisan Wanita). Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas para wanita berusia 15 tahun ke atas
d)     Pembentukan Barisan Pembantu Polisi (Keibodan), dengan syarat yang lebih ringan dari Seinendan, usia yang diprioritaskan ± 23 - 25 tahun.
e)      Pembentukan Barisan Pembantu Prajurit Jepang (Heiho) April 1943. Anggota Heiho adalah pemuda berusia ± 18 - 25 tahun, dengan pendidikan terendah SD.
f)       Jibakutai (Barisan Berani Mati) Jibakutai dibentuk pada tanggal 8 Desember 1944. Barisan ini rupanya mendapatkan inspirasi dari pilot Kamikaze yang sanggup mengorbankan nyawanya dengan jalan menabrakkan pesawatnya kepada kapal perang musuh.
g)      Pembentukan Barisan Semi Militer khusus direkrut dari golongan Islam dengan nama : Hizbullah (Tentara Allah) diantaranya tokoh Otto Iskandinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo
5)      Dampak Pendudukan Jepang Bagi Bangsa Indonesia
a)    Bidang politik
b)    Bidang Ekonomi
c)      Bidang Pendidikan
d)    Bidang Kebudayaan
e)    Bidang Sosial
f)      Bidang Birokrasi
g)     Bidang Militer
6)      Akhir Kekuasaan Jepang di Indonesia
Menjelang berakhirnya tahun 1944, posisi Jepang semakin terjepit akibat kekalahan-kekalahan yang dialami dalam setiap medan pertempuran melawan Sekutu. Oleh karena itu, untuk mempertahankan pengaruh Jepang di negara-negara yang didudukinya, Perdana Menteri Koiso mengeluarkan Janji Kemerdekaan pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang Parlemen Jepang di Tokyo. Sebagai bukti dan tindak lanjut janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada (pemimpin militer di Jawa) mengumumkan dibentuknya Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan ketuanya Dr. K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat.





DAFTAR PUSTAKA

  Sejarah Nasional Indonesia VI/ Marwati Djoned Poesponegoro : Nugroho. –Cet.2-Edisi Pemutakhiran.-Jakarta : Balai Pustaka,2008
Riclefs, M.C. 2007. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

           


3 komentar:

  1. izin untuk dijadikan sumber membuat makalah ya mbak aris :) sangat membantu saya dan teman teman kelompok, terima kasih ;)

    BalasHapus
  2. terimaksi ya mbak aris ats informasinya

    BalasHapus
  3. Terima kasih ya mbak aris atas ilmu nya

    BalasHapus