Rabu, 03 Desember 2014

PANDANGAN DAN PEMIKIRAN FILSAFAT SEJARAH FORMAL DAN MATERIAL ZAMAN MODERN ( George Wilhelm Friedrich Hegel )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
George Wilhelm Friederick Hegel atau biasa dikenal dengan Hegel lahir di stuttgart  pada tahun 1770 saat era keemasan bangsa jerman. Ketertarikanya pada penulis- penulis Yunani, plato dan Aristoteles yang membawanya untuk menekuni teologi di sekolah Tubingen pada usia 18 tahun. Di tempat ini juga ia menaruh perhatian pada hubungan antara filsafat dan teologi yang menjadi embrio dari Pemikiran Hegel di kemudian hari.
Pemikiran Hegel lebih menekankan pada hubungan filsafat sejarah yang mana ia banyak mengkaji tentang berdialektika terhadap realitas dan memandang adanya ’realitas mutlak’ atau ruh mutlak atau idealisme mutlak dalam kehidupan. Sehingga sangat mempengaruhi dalam memandang sejarah secara global.hal ini terbukti saat dialektikanya mampu memasukkan pertentangan didalam sejarah sehingga dapat mengalahkan dalil-dalil yang bersifat statis.
Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empris indrawi. Pengertian yang terkandung di dalamnya berasal dari kata-kata sehari-hari, spontan, bukan reflektif, sehingga terkesan abstrak, umum, statis, dan konseptual.
Filsafat Hegel dikenal sebagai salah satu Filsafat yang sulit dipahami dan di mengerti karena Hegel menggunakan Istilah-istilah yang terlalu teknis dan terkesan ekstrem. Disamping itu, Hegel senang mengunakan hal-hal yang paradoks. Hegel yakin bahwa paradoks adalah  hukum realitas, sebagaimana hukum pemikiran. Ambisi Hegel adalah menyusun suatu sistem filsafat sintesis. Kalau Aristoteles boleh disebut sebagai filusuf yang berhasil menyintesiskan pemikiran-pemikiran Yunani dan Thomas Aqinas melalui Summa Teologica nya yang berhasil menyatukan pengetahuan abad pertengahan, maka Hegel berusaha pula menyatukan Ilmu dan Filsafat abad XIX.




1.2  Rumusan Masalah
1)      Bagaimana Biografi George Wilhelm Friedrich Hegel ?
2)      Apakah Pengertian sejarah menurut Hegel ?
3)       Bagaimana Pandangan dan pemikiran filsafat sejarah Formal pada zaman modern menurut Hegel ?
4)      Bagaimana Pandangan dan pemikiran filsafat sejarah Material pada zaman modern menurut Hegel ?

1.3  Tujuan
1)      Mengetahui Biografi George Wilhelm Friedrich Hegel
2)      Mengetahui pengertian sejarah menurut Hegel
3)      Mengetahui pandangan dan pemikiran filsafat sejarah Formal pada zaman modern menurut Hegel
4)      Mengetahui pandangan dan pemikiran filsafat sejarah Material pada zaman modern menurut Hegel



















BAB II
PEMBAHASAN
              
2.1 Biografi George Wilhelm Friedrich Hegel
            George Wilhelm Friedrich Hegel, demikian nama aslinya, lahir di Stuttgart pada 27 Agustus 1770. Belajar teologi di Universitas Tubingen hingga meraih doktor pada 1791. Ketika itu, karya tulisnya masih bertaut dengan agama Kristen, misalnya The Life of Jesus dan The Spirit of Chiristiany (Tafsir, 2004: 152). Hegel mulai menekuni filsafat ketika pada 1801 bertemu dengan Schelling di Universitas Jena, dan turut mengajar mata kuliah Filsafat di sana, hingga jerih payahnya membuahkan karya filsafat pertama berjudul The Difference Between Fichte’s and Schelling’s Systems of Philosophy .
Perjumpaan dengan karya-karya Friedrich Hölderlin (1770-1843) dan Friedrich von Schelling (1775-1854), diakui Hegel, cukup mempengaruhi pergulatan intelektual dan tradisi filsafatnya. Tidak begitu mengejutkan bila Hegel sempat menyebut keduanya sebagai pemikir besar Filsafat Jerman abad 19. Berkat hubungan erat tersebut, pada 1803, bersama Schelling, Hegel mengedit Critical Journal of Philosophy. Tahun 1906 Hegel berhasil menyelesaikan karya utamanya, Phenomenology of Spirit, dan dipublikasikan pada tahun berikutnya. Dalam karya ini, pemikirannya nampak amat berbeda dengan pendekatan Schellingian. Schelling sendiri menganggap kritik tajam Hegel dalam pengantar Phenomenology ditujukan padanya. Dan sejak saat itu persahabatan mereka kandas di tengah jalan .
Tahun 1808-1815 Hegel dipercaya sebagai kepala sekolah dan guru Filsafat di Gymnasium, Nuremberg. Selama di sana ia menikah, memulai hidup berkeluarga, dan menerbitkan Science of Logic. Pada tahun 1816 ia kembali ke universitas dengan menjadi Guru Besar Filsafat di Universitas Heidelberg. Dua tahun berikutnya menjadi Guru Besar di Universitas Berlin. Sejak saat itu, nama Hegel semakin tersohor di dunia Filsafat Jerman. Dan ketika berada di Heidelberg itulah, Hegel mempublikasikan Encyclopaedia of the Philosophical Sciences, sebuah karya sistematik versi ringkasan dari Science of Logic (Encyclopaedia Logic atau Lesser Logic). Berikutnya, Hegel menerbitkan Philosophy of Nature dan Philosophy of Spirit, sebagai aplikasi dari prinsip-prinsip yang tertuang dalam Science of Logic .
Di tahun 1821, ketika berada Berlin, Hegel mempublikasikan karya utamanya dalam bidang filsafat politik, Elements of the Philosophy of Right, berdasarkan materi kuliah yang ia berikan di Heidelberg. Namun akhirnya nampak begitu jelas, dasar argumentasi dalam karya ini berasal dari objective spirit karya Encyclopaedia Philosophy of Spirit. Selepas 10 tahun menetap di Berlin, hingga meninggal pada 14 November 1831, manuskrip berikutnya dari karya Encyclopaedia, diterbitkan. Selepas kematiannya, kumpulan materi kuliah Hegel tentang philosophy of history, philosophy of religion, aesthetics, dan history of philosophy, juga turut dipublikasikan.

2.2 Pengertian Sejarah Menurut Hegel
Menurut Hegel, sejarah adalah perkembangan Roh dalam waktu, sedangkan alam adalah perkembangan ide dalam ruang. Jika kita memahami kalimat di atas, tentu kita akan memahami filsafat sejarah Hegel. Sistem menyeluruh Hegel dibangun diatas tiga unsur utama (the great triad): Ide- Alam- Roh. Ide dalam dirinya sendiri adalah sesuatu yang terus berkembang, dinamika realitas dari dan yang berdiri dibalik layar- atau sebelum-dunia. Antitesis dari ide yang berada di luar dirinya, yaitu Ruang, adalah Alam. Alam terus berkembang, setelah mengalami taraf perkembangan kehidupan mineral dan tumbuhan kedalam diri manusia. Dan dalam diri manusia terdapat kesadaran yang membuat ide menjadi sadar akan dirinya sendiri. Kesadaran diri ini oleh Hegel disebut Roh, sedangkan antitesis ide dan Alam dan perkembangan dari kesadaran ini adalah sejarah. Seluruh proses dunia adalah suatu perkembangan roh. Sesuai dengan hukum dialektika roh meningkatkan diri tahap demi tahap kepada yang mutlak. Sesuai dengan perkembangan roh ini, maka filsafat Hegel disusun dalam tiga tahap yaitu:
a.       Tahap ketika Roh berada dalam keadaan “ada dalam dirinya sendiri”.
b.      Tahap ketika roh berada dalam keadaan “berada dengan dirinya sendiri”, berada dengan “yang lain”. roh disini keluar dari dirinya sendiri yang menjadikan dirinya “di luar” dirinya dalam bentuk alam, yang terikat oleh ruang dan waktu.
c.       Tahap ketika roh kembali kepada dirinya sendiri, yakni kembali dan berada diluar dirinya sehingga roh berada dalam keadaan “dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri”.
Dalam bukunya The Philosophy of History, Hegel mengatakan bahwa esensi dari Roh adalah kebebasan, maka kebebasan adalah tujuan dari sejarah. Sejarah baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar. Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis roh, yang terbagi dalam tiga tahap:Pertama, Timur. Kedua, Yunani dan Romawi dan Ketiga, Jerman.Pembagian ini didasarkan atas Trias Hegel yakni : roh objektif, roh subjektif dan roh mutlak. Dalam dunia Timur, roh belum sadar diri, manusia masih dalam keadaan alami sedangkan roh berkarya dan menyusun dalam objektifitas (seperti hukum alam). Dalam dunia Yunani-Romawi timbullah subjektifitas, roh menempatkan diri di luar dan berhadapan dengan apa yang secara objektif ada. Akan tetapi roh subjektif kurang memahami kenyataan objektif. Baru dengan munculnya roh mutlak didalam dunia Germania terjadi perukunan antara yang subjektif dan yang objektif. Pemikiran Hegel mengarahkan kita pada pemahaman bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan atas cita-cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang merupakan meja pembantaian dimana kesengsaraan, kematian, ketidakadilan dan kejahatan menjadi bagian dari panggung dunia. Namun filsafat sejarah merupakan teodisi atau usaha untuk membenarkan Tuhan dan mensucikan Tuhan atas tuduhan bahwa Tuhan membiarkan kejahatan berkuasa di dunia.
Dia menunjukkan anggapan yang salah tentang sejarah di sebabkan karena mereka hanya melihat permukaanya saja, tetapi mereka tidak melihat aspek laten serta potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolut dan esensi jiwa yaitu kebebasan. Hegel dalam bukunya Philosophy of Histori mengembangkan sebuah teori yang didasarkan pada pandangan bahwa Negara merupakan realitas kemajuan pikiran kearah kesatuan dengan nalar. Ia melihat Negara sebagai kesatuan wujud dari kebebasan objektif dan nafsu subjektif adalah organisasi rasional dari sebuah kebebasan yang sebenarnya berubah-ubah dan sewenang-wenang jika dibiarkan pada tingkah laku individu. Filsafat sejarah bagi Hegel representasinya yang nyata terlihat dalam bentuk- bentuk kekuasaan dalam Negara. lebih lajut dalam pengantar bukunya Philosophy of History ia menulis :
“Negara adalah ide tentang roh didalam perwujudan lahir kehendak manusia dankebebasanya. Maka bagi Negara, perubahan dalam aspek sejarah tidak dapat membatalkan pemberian itu sendiri dan berbagai tahap yang berkesinambungan dengan ide mewujudkan diri mereka di dalamnya sebagai prinsip-prinsip politik yang jelas”.
Hegel menunjukkan bahwa hakekat manusia dimasukkan dan diwujudkan dalam kehidupan negara-bangsa. Menurutnya, negara-bangsa merupakan totalitas organik (kesatuan organik) yang mencakup pemerintahan dan institusi lain yang ada dalam negara termasuk keseluruhan budayanya. Hegel juga menyatakan bahwa totalitas dari budaya bangsa dan pemerintahannya merupakan individu sejati.“Individu sejarah dunia adalah negara-bangsa”, maksudnya negara merupakan individu dalam sejarah dunia.
Negara merupakan manifestasi dari ide universal. Sedangkan individu (orang per orang) merupakan penjelmaan dari ide partikular yang  tidak utuh, dan merupakan bentuk kepentingan yang sempit. Negara memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, memperjuangkan atau merealisasikan ide besar.Keinginan negara merupakan keinginan umum untuk kebaikan semua orang, karenanya negara harus dipatuhi dan negara dapat memaksakan keinginannya pada warganya.Negara adalah  “penjelmaan dari kemerdekaan rasional, yang menyatakan dirinya dalam bentuk objektif”. Karena itulah negara yang dibentuk Hegel adalah absolut. Negara baginya bukan apa yang di gambarkan John Lock atau teoritisi-teoritisi kontrak sosial yang dibentuk dari kesepakatan bersama dari rakyatnya, Hegal berpendapat sebaliknya ,negaralah yang membentuk rakyatnya. Hegel memang mensakralkan negara sampai ia menganggap bahwa sepak terjang negara di dunia ini sebagai “derap langkah Tuhan di bumi” The State is devine idea as it exists on earth.8 Dalam perspektif ini individu tidaklah dimungkinkan untuk menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas. Hegel menyatakan dalam Reason of History: segala yang ada pada manusia, dia menyewa pada negara, hanya dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka tidak seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia mungkin bisa memisahkan diri dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia.
 “Penjelmaan dari kemerdekaan rasional, yang menyatakan dirinya dalam bentuk objektif”7. Karena itulah negara yang dibentuk Hegel adalah absolut. Negara baginya bukan apa yang di gambarkan John Lock atau teoritisi-teoritisi kontrak sosial yang dibentuk dari kesepakatan bersama dari rakyatnya, Hegal berpendapat sebaliknya ,negaralah yang membentuk rakyatnya. Hegel memang mensakralkan negara sampai ia menganggap bahwa sepak terjang negara di dunia ini sebagai “derap langkah Tuhan di bumi” The State is devine idea as it exists on earth.8 Dalam perspektif ini individu tidaklah dimungkinkan untuk menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas. Hegel menyatakan dalam Reason of History: segala yang ada pada manusia, dia menyewa pada negara, hanya dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka tidak seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia mungkin bisa memisahkan diri dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia.


     
2.3 Pandangan dan Pemikiran Filsafat Sejarah Formal Pada Zaman Modern Menurut Hegel
                 Hegel membedakan tiga macam penulisan sejarah yaitu
1)      Penulisan sejarah orisinal
2)      Penulisan sejarah reflektif
3)      Sejarah filsafati
Pembagian ini, secara kasar, paralel dengan pembedaan antara roh objektif, subjektif, dan mutlak. Dalam hal penulisan sejarah orisinal, hendaknya kita ingat akan laporan-laporan saksi-saksi mata yang dapat diberikan seorang sezaman mengenai peristiwa-peristiwa yang  terjadi pada zamannya sendiri, seperti misalnya karangan anak agung Gde Agung mengenai perjanjian renville. Di sini, masa silam seolah-olah berbicara sendiri; di sini, budi yang hadir di dalam hal ikhwal (budi Obyektif) angakat bicara. Akan tetapi, budi hanya berbicara dan belum mulai berefleksi mengenai dirinya sendiri. Ini baru terjadi dalam penulisan sejarah reflektif yang ambil jarak terhadap masa silam, sehingga menciptakan ruang bagi suatu penilaian oleh subyek yang tahu (roh subyektif ).
            Berhubung Budi itu menurut bentuk penampilan obyektif mewujudkan sejarah- Hegel akan menulis bahwa Budi menguasai dunia- maka hanya sejarah filsafati dapat memperoleh suatu pengertian definitif mengenai sifat sejarah. Dalam sejarah filsafati, Budi mengenal kembali dirinya sendiri dalam bentuk yang dihasilkan oleh penampilan diri lewat proses sejarah. Dalam filsafat sejarah Budi mengenal kembali dirinya sendiri. Mengenai masa mendatang Hegel membatasi diri pada pernyataan yang sangat umum, bahwa pada masa mendatang, roh mutlak akan jaya. Ia menolak membuat ramalan-ramalan konkret mengenai masa yang akan datang.
            Pengertian abstrak bahwa dalam sejarah Budi mencapai pengenalan diri, diterjemahkan oleh Hegel dengan dengan dua cara, dengan istilah-istilah historis dan sosial. Pertama-tama, Hegel membela pendapat, bahwa kemerdekaan sejajar dengan pengertian dan pengetahuan. Bila Hegel berbicara tentang negara, ia tidak hanya meneropong bentuk pemerintahan sentral seperti dikembangkan oleh berbagai bangsa pada masa kini maupun masa lampau,melainkan apa yang pada zamannya dinamakan “Nation” (Volk). Negara, menurut pengertian Hegel, ialah semua bentuk kehidupan sosial serta kaitan-kaitan antar kesatuan-kesatuan kultural dan politik. Negara meliputi tradisi-tradisi politik dan rohani , moral dan religius seperti dimiliki oleh suatu “Bangsa”.
            Pandangan Hegel terhadap kemerdekaan nampaknya tak terduga dan mengejutkan, tetapi dapat kita terima bila ingat akan pandangan Hegel mengenai sifat paaradoksal yang terdapat dalam hubungan antara tuan dan abdi. Kesimpulan yang di tarik oleh Hegel ialah kita tidak dapat membayangkan kemerdekaan sebagai sesuatu yang hanya dimiliki sang juragan. Andaikata hanya sang juragan merdeka, maka kemerdekaaan dalam kenyataan tiada lagi. Kemerdekaan hanya terdapat bila itu dibagi antara juragan dan abdi. Seterusnya ini berarti pula, bahwa kemerdekaan merupakan sebuah konsep relasional, yang menyangkut hubungan antara dua orang. Perlu dicatat bahwa pengertian tuan dan juragan serta abdi hendaknya dimengerti dalm arti yang sangat luas.
            Banyak orang merasa sangsi akan kebenaran pendapat Hegel, bahwa Budi menguasai perkembangan sejarah, seolah akal Budi membimbing sejarah dunia. Bukankah masa silam sering nampak sebagai suatu proses yang kacau balau, penuh perbuatan yang tidak masuk akal dan yang penuh pamrih. Keberatan serupa itu oleh Hegel ditangkis dengan konsepnya mengenai “akalnya Budi”. Pertama-tama kita harus mengambil langkah prinsipiil, jangan melihat sejarah dalam perspektif individu-individu yang masing-masing berbuat sesuatu di panggung sejarah, melainkan dalam perspektif jaringan perbuatan-perbuatan manusia yang kait-mengait. Bahkan oleh Hegel ditekankan, bahwa unsur “irasional” dalam perbuatan manusia justru mengabdi kepada kepentingan Budi. Bila dipandang dari sudut tertentu, maka unsur irasional merupakan keharusan agar Budi dapat melaksanakan diri.
            Hawa napsu manusia perlu, untuk mendorong bahtera sejarah yang kemudinya dipegang oleh Budi. Bersama-sama, akal budi dan hawa napsu menjalin proses sejarah bagaikan tenunan yang ada benang langsing dan melintang. “Budi sendiri merupakan kenyataan, tetapi hawa napsu adalah lengannya guna meraih sesuatu. “Budi seolah-olah mempergunakan hawa napsu manusia untuk melaksanakan diri. Budi mempergunakan dan menyalahgunakan manusia untuk mencapai tujuannya sendiri. Bila tujuan itu sudah tercapai, maka biasanya nasib tokoh-tokoh sejarah lalu menjadi buruk.
    



2.4 Pandangan dan Pemikiran Filsafat Sejarah Material pada Zaman Modern Menurut Hegel
                             Uraian Hegel mengenai filsafat sejarah material lebih luas daripada ulasannya mengenai filsafat sejarah formal. Dalam tiga jilid ia membahas dunia timur, dunia yunani-romawi dan dunia germania. Ia mengikuti perjalanan Budi dalam sejarah dunia mulai dari Cina dan India sampai zamannya sendiri. Dalam tulisan-tulisannya yang lebih bersifat filsafati dialektika, kadang-kadang terasa agak dipaksa-paksakan , tetapi disini diterapkan penuh imajinasi, tak pernah merupkan kerangka yang kaku, melainkan sebuah sarana yang menghasilkan pemandangan-pemandangan sejarah yang memikat.
                             Filsafat sejarah material ala Hegel menyerupai sebuah “palimpsest”, empat struktur yang erat kaitannya, yang satu diletakkan di atas yang lain. Pertama-tama kita berjumpa dengan tiga bagian dalam proses sejarah, yakni sejarah timur, yunani-romawi, dan germania (yang mewakili seluruh sejarah barat semenjak runtuhnya kekaisaran Roma). Pembagian ini di dasarkan atas trias Hegel, yakni roh obyektif, roh subyektif,dan roh mutlak. Inilah struktur kedua. Dalam dunia timur, roh belum sadar menyusun dalam obyektivitas (seperti misalnya hukum alam). Baru dalam dunia yunani-romawi timbullah subyektivitas. Roh menempatkan diri di luar dan berhadapan dengan apa yang secara obyektif ada. Akan tetapi, roh subyektif semula kurang memahami kenyataan obyektif. Baru, dengan munculnya roh mutlak- di dalam dunia germania- terjadi perukunan antara yang subyektif dan yang obyektif.
                             Perkembangan dalam hubungan antarmanusia dalam bidang politik dan sosial, merupakan contoh bagaimana skema yang abstrak ini terwujud. Dalam dunia timur, manusia mengikat diri tanpa berpikir lebih mendalam, tanpa refleksi diri pada peraturan-peraturan yang berlaku di dalam masyarakatnya, sama seperti benda-benda dan hewan-hewan tunduk kepada hukum alam. Dalam tahap roh subyektif (yunani-romawi) manusia mulai berfikir mengenai hubungan antara individu dan masyarakat atau negara, namun belum berhasil menemukan keseinbangan antara kedua kutub itu. Baru di dunia Germania, tahap “universalitas yang konkret” terjadilah suatu bentuk masyarakat ( monarki konstitusional) yang sama-sama memperhatikan baik individu maupun masyarakat. Masalah mengenai hubungan antara individu dan masyarakat- masalah paling pokok yang dihadapi manusia dalam perkembangan sejarahnya- dipecahkan secara memuaskan.
                             Ketiga trilogi ini masih dilintasi oleh suatu pembagian menurut dua aspek lain. Pertama tahap “eksternalitas”- tahap refleksi manusia menerima tradisi dan norma-norma yang dijumpainya- kedua tahap internalitas-manusia telah pandai berefleksi mengenai masalah etika, politik, agama, dan sebagainya, lalu dengan sadar mengadakan pilihannya. Di tahap ini tidak serasi dengan ketiga trilogi tadi. Ketidakserasian itu, antara lain nampak karena sebagian dunia yunani-romawi (tahap subyektif) masih digolongkan pada tahap eksternalitas (secara logis ini hanya meliputi dunia timur). Peralihan dari tahap eksternalitas menuju internalitas terutama dicanangkan oleh Sokrates dan untuk sebagian oleh kristus.

























BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Menurut Hegel sejarah adalah perkembangan roh dalam waktu sedangkan alam adalah perkembangan Ide dalam ruang dasar. Inilah yang menjadi pedoman pemahaman tentang Filsafat Sejarah Hegel.sistem menyeluruh Hegel dibangun atas 3 unsur utama atau disebut the great triad yang terdiri dari Ide-Alam-Roh.
Pemikiran sendiri merupakan realitas tertinggi, serta sebagai hakekat kemanusiaan. Hegel mampu meyakinkan kepada setiap orang bahwa sejarah merupakan suatu nilai yang sangat berharga dalam kehidupan manusia. Dengan berbagai dinamika pemikiran dan tindakan manusia sebagai sebuah bentuk pengakuan atas eksistensi suatu wujud material.
Dalam bukunya Filsafat Sejarah Hegel mencoba membuat suatu metode sejarah menjadi 3 yakni: Sejarah Asli. Memiliki warna yang khas yang perajalanannya berkisar pada perbuatan,peristiwa,dan keadaan. Fase ini diawali dengan kemunculan filsuf era Yunani kuno yakni; Herodotus, Thucydides, Xenophone dll. Sejarah Reflektif adalah sejarah yang cara penyajiannya tidak dibatasi oleh waktu yang berhubungan melainkan yang ruhnya melampaui batas;dan terakhir Sejarah Filsafati. Hegel menyatakan bahwa sejarah merupakan konsepsi sederhana Rasio. Rasio sendiri merupakan penguasa dunia, sehingga sejarah dunia memberikan suatu proses rasional kepada kita












DAFTAR PUSTAKA


F.R. Ankersmit. 1987. Pendapat-pendapat Modern Tentang Filsafat Sejarah. Jakarta: PT Gramedia.

Kartonodirdjo, Sartono. 1986. Ungkapan-Ungkapan Filsafat Sejarah Barat dan Timur. Jakarta: PT Gramedia

Hegel, George Wilhelm Friedrick. 2007. Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://ahmadsidqi.wordpress.com/2009/02/11/filsafat-sejarah-dalam-pandangan-hegel/





1 komentar: